Suprizal Tanjung's Surau

Aneka Ragam Tulisan Wartawan dan Lainnya

Cina Kembali Klaim Natuna

JAKARTA (BP) – Laut Cina Selatan dipastikan akan kembali memanas setelah pemerintah Cina lagi-lagi memunculkan 9 garis putus (9-dashes line) di kawasan itu dalam peta negara mereka. Garis-garis tersebut meliputi wilayah Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia (Natuna).

Menanggapi hal ini, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, langsung angkat bicara. Menurutnya, Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim Cina di wilayah Natuna itu.

“Kita tidak akui 9 border line, kita tidak mau ada power projection di situ. Kita juga harus tetap ada freedom of navigation,” ujar Luhut saat ditemui di Jakarta, Senin (13/6).

Wilayah yang masuk dalam 9-dashes line tersebut diklaim sebagai wilayah tradisional fishing ground Cina. Wilayah Indonesia yang masuk dalam 9 dash line tersebut adalah Kepulauan Natuna khususnya Natuna Timur.

Selain memiliki potensi ikan yang melimpah, daerah itu juga me­nyimpan cadangan gas bumi sekitar 222 trillion cubic feet (tcf) dan gas yang bisa diproduksi sebesar 45 tcf dengan lapangan utamanya di Natuna D Alpha.

Sementara Diplomat Indonesia dan ahli hukum laut interna­sional, Hasjim Djalal, menyatakan sikap Cina sering kali tak jelas mengenai klaim perbatasan laut miliknya. Klaim Cina terhadap sembilan garis di Laut Cina Selatan berdasarkan pada sejarah.

“Mungkin maksud Cina dengan tidak memberi penjelasan itu (agar kita) confused (bingung, red). Jadi teori perang Sun Tzu ini,” kata Hasjim di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (13/6/2016).

Dari sudut pandang hukum internasional, dasar dari klaim ini dipertanyakan. Sedangkan dari sudut pandang nasional, klaim 9-Dashes Line Cina yang menganjur ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dapat mengancam kepentingan Indonesia.

Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyatakan jarak antara garis putus yang di klaim Cina tidak pernah jelas koordinatnya. Bahkan, ucap dia, beberapa peta menggambarkan sepuluh atau sebelas garis. Apakah bentuknya cekung ke dalam atau ke luar, tidak pernah dijelaskan.

Beberapa kali Cina mengklaim wilayah kedaulatan Indonesia, tapi bukan hak berdaulat (teritorial). Hikmahanto menjelaskan, pada 21 Maret 2016, kapal nelayan Cina, Kwang Fey, ditahan. Pemerintah Cina beranggapan, kapal itu masih berada di wilayah tradisional nelayan yang telah dilalui sejak zaman dinasti kuno Cina. Begitu pula pada penangkapan 27 Mei 2016, saat kapal Cina, Gui Bei Yu, dicegat.

Hasjim menjelaskan, Cina selalu memberi penjelasan atau istilah-istilah di luar ranah hukum internasional. Misalnya alasan tentang secara sejarah yang menjadi landasan 9-Dashes Line. Menurut dia, Indonesia tak perlu berpretensi menjelaskan maksud Cina, karena Cina sendiri masih bingung.

Sekretaris Direktorat Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri RI Damos Dumoli Agusman memberi contoh sikap Cina merujuk salah satu jawaban Mayor Jendral Yao Yunzhu. Dalam Dialog Shangri-La 2016, Yao Yunzhu menuturkan Cina secara internal masih berdebat tentang apa sebenarnya 9-Dashes Line. (jpgrup)

June 15, 2016 - Posted by | Pagaruyung Minangkabau

No comments yet.

Leave a comment