Suprizal Tanjung's Surau

Aneka Ragam Tulisan Wartawan dan Lainnya

Tempat Prostitusi Menjamur di Batam

Harusnya Tahun 2007 sudah Tidak Ada Lagi  Telukpandan

PEMERINTAH Kota (Pemko) Batam dinilai gagal mengelola Pusat Rehabilitasi Sosial Non Panti (PRSNP) Teluk Pandan atau Sintai. Tidak ada lagi pembinaan agama, sosial, dan ekonomi. Kawasan itu berubah menjadi tempat prostitusi.

”Peran pemerintah sudah hilang. Muncul judi, dugem, dan prostitusi. Angka kriminalitas pun meningkat,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam, Riky Indrakari, Rabu (2/3/2016).

Pengawasan Pemko seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 6 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Sosial juga tak dilakukan. Tak heran jika tempat prostitusi di Batam terus menjamur.

”Menyebar hingga ke tempat kos-kosan, contohnya di belakang Morning Bakery, Jodoh. Praktek short time terjadi di sana,” beber Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Batam ini.

Riky mengatakan spirit awal pemerintah, menertibkan kawasan prostitusi yang awalnya berada di kawasan Samyong dan Tanah Longsor. Pekerja Seks Komersil (PSK) dibawa ke panti rehabilitasi nonpanti, Teluk Pandan.

”Sebelum kembali ke masyarakat, diberikan pembinaan dan pelatihan keterampilan,” kata Riky.

Pemerintah melakukan pengawasan yang ketat, sehingga jumlah pelacur tak bertambah banyak. Setiap orang atau badan, dilarang membentuk atau mengadakan perkumpulan yang mengarah kepada perbuatan ausila yang tak bisa diterima masyarakat atau budaya.

Setelah tiga tahun dilakukan pembinaan, panti rehabilitasi itu harus ditutup pemerintah kota Batam. Seiring dengan berkurangnya PSK serta tempat prostitusi.

”Idealnya habis (PSK) serta tempat prostitusi) pada tahun 2007 sudah tidak ada lagi (Teluk Pandan),” kata Riky.

Namun kenyataannya, di tempat itu justeru terjadi prostitusi. Bahkan menyebar dan bertambah banyak. Pemerintah lanjut Riky harus melakukan evaluasi keberadaan Telukpandan. Apa program yang akan dilakukan mengatasi penyakit masyarakat (pekat) ini.

”Sah-sah saja merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2002. Apakah pembinaan akan terus dilakukan, ini menjadi PR pemerintah selanjutnya,” ungkap Riky.

Ratusan PSK di Lokalisasi Ilegal

Kian hari, tempat esek-esek tumbuh dengan subur di Batam. Pertumbuhan ini, diiringi dengan banyaknya PSK bertebaran dan masuk ke Batam.

Dari data Dinkes Batam, PSK yang bercokol di panti rehabilitasi di Sintai, Batuaji sebanyak 276 orang. Kawasan Jodoh sebanyak 73 orang, Telukbakau 56 orang, Mat Belanda 33 orang, Pokok Jengkol 22 orang, jembatan 1 sebanyak 15 orang. Jumlah ini juga bisa bertambah, sebab masih banyak PSK yang kerjanya tidak di lokasisasi. Dan tersebar di daerah Batam.

Lantas kenapa tidak ditertibkan? ”Kami hanya menertibkan bangunan liar,” kata Humas Pemko Batam, Ardi winata pada Batam Pos, kemarin.

Secara tersirat Ardi mengungkapkan, Pemko tak mengurusi masalah sosial ini. Tapi hanya untuk mengurus bangunan yang melanggar aturan Pemko Batam saja. Bila bangunan di tempat prostitusi ini digusur, PSK-nya dikemanakan? Apakah dibiarkan bertebaran di jalanan?

Ardi mengatakan tetap hanya mengurus penertiban bangunan liar saja. Ia mengungkapkan bahwa di Batam, tak ada namanya lokalisasi.

”Adanya hanya panti rehabilitasi nonpanti. Itu hanya ada di Sintai (Batuaji, red),” ungkapnya.

Mengenai penertiban bangunan liar kata Ardi, ada delapan titik yang akan ditertibkan Pemko dalam waktu dekat. Namun apakah itu termasuk daerah prostitusi, atau tidak? Sayangnya, Ardi masih merahasiakan hal tersebut. Sebab takut, razia ini akan bocor.

”Lihat nanti, kami akan kabari,” ujarnya.

PSK Telukpandan Berkurang Tiap Tahun

Wakil Ketua Organisasi Bina Sosial PRSNP, Ace Jamaludin mengatakan, sejak 2006 sampai 2016, dari 700 PSK di PRSNP Telukpandan atau yang lebih dikenal dengan lokalisasi Sintai berkurang menjadi 212.

”PSK banyak alih profesi karena mendapat keterampilan seperti menjahit dan salon dari Dinas Sosial Kota Batam,” ujar Ace, Rabu (2/3).

Ace mengatakan, selain yang sudah alih profesi, banyak PSK menikah dan ikut suaminya pindah ke daerah asalnya.

Selain mendapat ketrampilan, PRSNP Telukpandan juga aktif melakukan tes kesehatan seperti pemeriksaan HIV/Aids dan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), serta penyuluhan kesehatan dari Dinas Sosial Kota Batam.

”Kita adakan rutin tiap tiga bulan sekali sejak 2006,” ungkap Ace.

Ia dan pengurus organisasi bina sosial PRSNP mengaku tidak tahu informasi tentang berapa jumlah PSK yang terjangkit HIV/AIDS. ”Dari Dinsos sendiri tidak memberitahu kami,” ucap Ace. Terkait tentang sosialisasi pembersihan lokalisasi di semua daerah Indonesia, PRSNP tidak mengetahui adanya sosialisasi tersebut.

”Di sini bukan lokalisasi, tetapi PRSNP,” kata Ace.

Ia mengatakan, masih banyak lokalisasi di Batam yang lebih parah dari PRSNP.
Ace mengatakan, PRSNP di sini sudah terorganisasi dan taat kepada pemerintah lewat pemeriksaan dan penyuluhan tersebut.

“Kita wajib adakan pemeriksaan tersebut,” ungkap Ace.

Harapan PRSNP dan warga sekitar tentang pembersihan lokalisasi di daerah Batam adalah agar PRSNP Teluk Pandan tidak digusur oleh pemerintah. “Jangan sampai seperti di Kalijodo,” pungkasnya.

Bangunan Baru di Lokalisasi Telukbakau Bertambah

Di tengah berhembusnya isu penertiban kawasan prostitusi ilegal di lokalisasi Telukbakau, Nongsa malah makin banyak bangunan liar baru.

Saat Batam Pos bertandang Rabu (2/3) siang, terlihat dua unit rumah berdinding batako sedang dibangun.

Keadaan demikian menjadi masalah warga. Seperti yang disampaikan warga Punggur, Rosidah. Menurutnya jika tak segera dihentikan, kawasan prostitusi itu akan semakin luas.

”Segera saja hentikan pembangunan itu. Bisa saja dibangun untuk itu (esek-esek, red). Ini kan bahaya,” ujarnya.

Lokalisasi Telukbakau sendiri merupakan satu dari 10 kawasan prostitusi di Batam. Di tempat tersebut tarif sekali kencan berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 250 ribu.

”Yang cantik mahal, bisa dapat kalau ada modal Rp 200 ribu,” ujar warga setempat, Sanis.
Menurutnya, mayoritas Pekerja Seks Komersial (PSK) banyak yang tak lagi muda. Namun dia tak bisa merinci umurnya.

”Seperti itu, tua-tua,” katanya menunjuk beberapa PSK yang sedang duduk di depan salah satu bar.

Dia mengatakan siang hari, Telukbakau cenderung sepi. Namun waktu malam keadaan berubah dratis layaknya klub malam.

”Ada musik kalau malam. Siang mana ada, sepi. Dari pukul 20.00 WIB sudah buka, tapi yang cantik mulai keluar pukul 22.00 WIB,” tutupnya.

Pengelola Sintai Harap Tak Senasib dengan Kalijodo

Bisnis prostitusi di Telukpandan atau yang biasa disebut Sintai sangat menggiurkan. Kehidupan malam di kawasan itu cukup menggeliat. Saat ini terdapat 46 rumah dan 28 bar yang beroperasi di lokalisasi seluas 9,4 hektar tersebut. Terdapat 212 PSK.

Ketua RT 1 Teluk Pandan, Irwan Madi berharap PRSNP yang berada di Kelurahan Tanjunguncang, Batuaji tidak digusur tanpa kebijakan yang mantap dari pemerintah.

“Mau dibawa kemana anak-anak (PSK). Nanti mereka keliaran di jalan-jalan lagi,” ujar Irwan, Rabu (2/3/2016).

Di Batam kata dia terdapat sembilan lokalisasi yakni Samyng, Tanjungpiayu, Telukbakau, Pokok Jengkol, Tengki Seribu, Tanjunguncang, Pulau Babi, Bukit Senyum, Belakang BCA (Morning Bakery).

Irwan mengaku selalu memberikan kegiatan positif tiga bulan sekali untuk para PSK di Sintai. Mereka diajarkan cara menjahit dan salon. Selain itu, setiap enam bulan sekali para PSK juga melakukan tes VCT guna pencegahan HIV/AIDS.

Wakil Ketua Bina Sosial, Ace Jamaludin menambahkan telah melakukan MoU dengan pihak Kondom Sutra untuk membantu mencegah HIV/AIDS atau Infeksi Menular Seksual (IMS).

Ace juga berharap lokalisasi Sintai tidak sama nasibnya dengan di Kalijodo.

”Jangan sampai sama dengan Kalijodo di Jakarta. Kita berbeda dengan yang lain, kalau mau gusur daerah lain dulu,” harapnya. (hgt/ska/cr13/Julita Sari)

March 3, 2016 - Posted by | Pagaruyung Minangkabau

No comments yet.

Leave a comment